Tanda-tanda akan hancurnya sebuah pemerintahan yang berdaulat adalah para penyelenggaran negara tersebut telah memiliki gaya hidup tertentu yang jauh dari nilai agama dan kesederhanaan, alias gemar berlaku bodoh, tamak, maksiat, boros dan menjauh dari nilai kebenaran. Memang setiap fase yang terjadi di dalam perjalanan kehidupan sebuah negara akan berbeda, tergantung kondisi yang mempengaruhinya secara naluriah. Namun semakin ke ujung – karena biasanya berkisar lima fase saja – maka akan semakin memperlihatkan tanda-tanda datangnya kehancuran.
Fase yang terjadi bagi perjalanan sebuah bangsa/negara terutama Indonesia akan berkisar tidak lebih dari lima fase saja (bila Allah SWT mengizinkan). Ini di mulai sejak masa kemerdekaan hingga akan berakhir pada masa kehancurannya nanti. Dan untuk lebih memperjelasnya agar Anda sekalian bisa merenungkannya, berikut ini diberikan penjelasan tentang kelima fase tersebut. Di antaranya:
1. Fase Pertama (generasi terbaik dan pendirian sebuah bangsa/negara)
Pada masa ini, maka fase yang terjadi adalah pemantapan kekuasaan melalui penggulingan dan penguasaan terhadap sebuah wilayah dengan cara merebut kekuasaan dari tangan penguasa sebelumnya. Hal ini telah terjadi pada bangsa Indonesia yang telah berhasil merebut kekuasaan dari tangan penjajah kolonial Belanda (VOC) dan Jepang. Sehingga fase ini telah menjadi fase pertama bagi negara Indonesia, karena jelas sekali telah di lewati terutama sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Di dalam fase ini terdapat keteladanan bagi sebuah bangsa, baik dalam mencapai kejayaan, kepahlawanan, pengorbanan, fanatisme kebangsaan, dan keinginan yang hendak dicapai seluruh komponen bangsa. Disini terdapat pula kebersamaan dan persatuan yang kuat dari setiap lini masyarakat yang ada. Sehingga secara bersama-sama, cita-cita yang ada bisa terwujudkan, yaitu merebut kekuasaan dan mendirikan sebuah negara atau lepas dari jerat penjajahan.
2. Fase Kedua (melanggengkan kekuasaan)
Fase ini adalah kelanjutan cita-cita dari fase pertama. Awalnya mereka masih meneruskan cita-cita dari generasi fase pertama (para pendiri bangsa), namun seiring waktu terjadi pergeseran makna dalam kepemimpinan. Sebelumnya kepemimpinan berarti melindungi dan mensejahterakan rakyat berubah menjadi sikap yang otoriter dan penuh kesewenang-wenangan. Maka pada fase ini terjadilah pengekangan terhadap kebebasan, membukam pemikiran dan pendapat, membatasi peran rakyat dalam urusan pemerintahan dan tersebarnya fitnah.
Dalam fase ini, maka rezim yang berkuasa terkadang lebih mempercayai orang-orang atau kekuatan yang berada di luar negaranya, asalkan mereka tetap loyal kepadanya. Rezim yang berkuasa pun akan terus berusaha menghalangi dan menutup akses jalan kebangkitan orang-orang yang akan melakukan perlawanan. Sosok individu atau kelompok yang memiliki potensi menggoyahkan pemerintahan rezim akan dijauhkan dari pemerintahan, bahkan di tuduh makar dan di penjarakan tanpa pengadilan yang jujur alias sepihak. Sehingga konsentrasi pun cukup terfokus pada bagaimana melanggengkan kekuasaan yang sudah dimiliki. Bahkan meski harus mengorbankan kepentingan rakyat dan bangsa hingga nyawa sekalipun tidak menjadi masalah bagi rezim ini. Yang penting mereka tetap bisa berkuasa dan menikmati hasil dari kekuasaan itu.
Indonesia, tepatnya dimasa Orde Lama dan Orde Baru, pernah mengalami fase semacam ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fase kedua dalam sejarah peradaban bangsa pada umumnya telah di alami oleh bangsa ini.
3. Fase ketiga (masa transisi)
Pada fase ini, maka banyak terjadi pergolakan di dalam sebuah bangsa/negara. Ini terjadi karena telah sekian lama terjadi ketidakadilan dan tindakan yang otoriter oleh para penguasanya. Untuk itu, rakyat yang telah jenuh – melalui tokoh-tokoh yang berpengaruh – mulai bangkit dengan kemarahan dan melakukan perlawanan dimana-mana sebagai wujud dari kebebasan yang ingin diraih. Sehingga pada akhirnya, tumbanglah rezim yang sedang berkuasa dengan tangan besi itu.
Namun, pada masa-masa transisi ini, maka biasanya mereka yang telah berontak dan berhasil menggulingkan kekuasaan sebuah rezim tidak memperhatikan apa saja yang harus dan akan dilakukan setelah berhasil menggulingkan rezim yang berkuasa. Mereka kurang terencana dalam urusan setelah berhasilnya perjuangan mereka. Bahkan kebanyakan dari mereka hanya berpikir tentang bagaimana bisa menghancurkan tirani yang ada tanpa memikirkan bagaimana memperbaiki kondisi setelahnya, yaitu menjadikan kehidupan di masyarakat lebih adil dan sejahtera. Sehingga lambat laun apa yang telah susah payah mereka perjuangkan dengan keringat, harta dan darah menjadi sia-sia, sedangkan hasil akan menjauh dari harapan.
Pada saat ini pula, maka akan banyak pengaruh yang masuk ke dalam bangsa dan hadir pula kekuatan yang hanya ingin mengambil keuntungan. Dengan cara terbuka atau pun tersembunyi, mereka yang berkepentingan itu akan melancarkan niat mereka. Dan biasanya akan merubah paradaban dan sosial masyarakat sebuah bangsa/negara secara perlahan. Yang tentunya tidak lantas menjadikan itu baik, justru semakin merusak kondisi yang ada. Bahkan sebuah bangsa akan mulai kehilangan jati diri dan fanatismenya sendiri, sehingga semakin mudah di “bodohi” oleh kekuatan asing di luar bangsanya.
Fase ini telah terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tepatnya sejak pergolakan reformasi 1998, dengan tergulingnya rezim Orde Baru dan munculnya Orde Reformasi hingga sekarang ini.
4. Fase keempat (stabilitas dan ketenangan)
Fase ini terjadi setelah fase transisi selesai. Meski manfaat dari kekuasaan telah berhasil di peroleh, yang di karenakan pengaruh dari kepentingan tertentu dari kekuatan asing, namun fase ini adalah periode yang akan menentukan kemana arah sebuah bangsa/negara. Di fase ini pula akan terjadi perubahan mendasar sistem ketatanegaraan dan kebiasaan. Meski pada umumnya tidak secara terang-terangan, namun bila dilihat dengan seksama akan terlihat jelas, terlebih jika dibandingkan dengan tujuan awal berdirinya negara. Sehingga hilanglah jiwa kepahlawanan.
Pada fase ini, kian banyak berdirinya pabrik-pabrik berskala internasional, di bangun pula gedung-gedung pencakar langit, perkotaan yang luas dengan segala fasilitas hiburannya, serta di dirikannya bangunan monumental dimana-mana, sehingga memperjelas bahwa pada fase ini orang-orang – terutama para elitnya – semakin cinta dunia.
Pada fase ini pula akan terjadi banyak perubahan sudut pandang dan pemikiran para elit atau penguasa. Dan dikarenakan mereka telah mapan dalam kehidupannya, di tambah dengan pengaruh asing, maka hidup yang hedonis dan apatis akan mulai menjangkiti. Sehingga segala yang dikerjakan sedikit demi sedikit akan berorientasi hanya pada pemuasaan hawa nafsu. Yang menyebabkan banyak komponen bangsa tidak mengenal siapa diri mereka sebenarnya sebagai satu kesatuan bangsa. Fanatisme pun kian memudar dan berganti dengan kekaguman kepada bangsa lain. Sehingga fase ini adalah fase yang cukup mengkhawatirkan bagi kelangsungan kehidupan sebuah bangsa/negara, karena telah tiba pada masa yang menentukan kelanjutannya. Kalau tidak segera di perbaiki, maka bangsa/negara akan hancur dan hanya akan meninggalkan sejarah.
Fase ini pun telah dan masih terus di alami oleh NKRI, tepatnya setelah reformasi 1998. Dan bila terus masuk pada fase ini, maka tunggulah bahwa kehancuran akan terjadi dalam waktu yang ditentukan oleh-Nya.
5. Fase kelima (kehancuran)
Pada fase ini, maka yang terjadi adalah kepuasan, sedangkan fanatisme kebangsaan telah menghilang. Dalam fase ini pun rezim yang berkuasa sudah merasa puas dengan pencapaian mereka. Mereka terus mengikuti pendahulu mereka di fase keempat tanpa berusaha kembali pada tujuan awal berdirinya negara. Pemborosan dan gemar berfoya-foya cenderung menjadi kebiasaan mereka. Mereka terus membenamkan diri dengan pemuasaan hawa nafsu, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Korupsi, menghambur-hamburkan uang negara, hiburan dan maksiat kian merajalela dimana-mana tanpa tindakan yang tegas dari aparat. Bahkan para “ulama” pun turut menikmati perilaku tercela ini, dan terus bersembunyi di balik baju kemunafikkannya. Sehingga fitnah pun kian banyak di dalam kehidupan bangsa/negara.
Fase ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar orang tidak mengetahui lagi apa yang harus dikerjakan dan apa saja yang mestinya di tinggalkan. Kebijakan yang dikeluarkan tidak lagi berdasarkan pada pemikiran yang cerdas dan nilai-nilai luhur agama. Bahkan pembuat kebijakan sendiri adalah mereka yang sudah jauh dari aqidah agama. Dan tidak sedikit yang telah menjadi kaki tangan syaitan dalam menyesatkan umat manusia, melalui organisasi-organisai rahasianya. Sehingga apapun undang-undang dan aturan yang ada hanya menyenangkan mereka yang cinta dunia dan senang memenuhi hawa nafsunya, sedangkan bagi yang berpegang teguh pada aturan Tuhan menjadi tertindas. Baik secara langsung atau pun tidak, karena rezim yang ada tidak lagi menjadikan kebaikan beragama sebagai kebiasaan hidup.
Sehingga, seiring berjalannya waktu, maka dukungan terhadap rezim akan hilang. Sebagian yang mendukung dan lainnya menolak. Ini jelas memperlemah kekuatan yang dimiliki oleh bangsa yang berdaulat, sedangkan rezim yang ada akan berada di ujung jurang kehancuran. Nafsu para elit dan rusaknya akhlak di dalam masyarakat makin memperparah kerusakan kondisi bangsa/negara dan meruntuhkan kekuatan yang dibangun oleh para pendahulunya. Dan saat yang tidak mendukung – meskipun lebih sedikit dari yang mendukung – mulai bersatu dalam satu pemikiran dan pemimpin, maka akan terjadilah revolusi besar-besaran. Dan tentunya keadaan yang terjadi bagi sebuah rezim, bangsa dan negara akan hancur berantakan, bahkan bisa musnah dan berganti dengan yang baru.
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (QS. Al-Israa’ [17] ayat 16)
Inilah fase terakhir sebuah bangsa/negara, dimana akan dan telah terjadi kehancuran dimana-mana. Kemudian bangsa/negara yang ada sebelumnya akan berganti dengan yang baru, dengan sistem dan ketatanegaraan yang baru serta cita-cita yang baru. Dan fase ini adalah fase dimana sekarang sedang terjadi di Indonesia. Memang belum tampak nyata kehancurannya, tapi secara perlahan-lahan sedang terjadi. Dan nanti bila tiba waktunya – atas izin Allah SWT – maka kehancuran pun akan benar-benar terjadi. Baik dengan cara sistematis atau pun melalui cara-cara yang tidak bisa diperkirakan (laknatullah). Sehingga atas izin-Nya, maka hilanglah sebuah bangsa yang bernama Indonesia, lalu berganti dengan bangsa yang baru, dengan sistem dan peradaban yang baru pula.
“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain” (QS. Al-An’aam [6] ayat 6)
*****
Demikianlah pemaparan singkat mengenai fase sebuah bangsa, khususnya yang telah, sedang dan akan dialami oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semua yang ada tidak langsung berkaitan dengan nubuat/ramalan yang telah ada sebelumnya, tetapi lebih kepada mencermati gejala sosial dan perputaran roda kehidupan bangsa-bangsa di dunia. Diperkuat pula dengan apa yang pernah dipaparkan oleh seorang ilmuwan sekaligus ulama Islam di abad ke-14 Masehi, yaitu Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah kitab Al-`Ibar karyanya.
Semoga apa yang telah dipaparkan di atas menjadi bahan renungan kita bersama, tentang apa yang telah, sedang dan akan terjadi bagi keutuhan bangsa ini. Dan hemat saya, baiklah bagi kita untuk terus memperbaiki diri dan mempersiapkan dengan sebaik mungkin apa saja yang diperlukan untuk hari depan. Dan bila seandainya terjadi kehancuran sebagaimana fase kelima di atas, maka insyaAllah kita akan siap menghadapinya. Namun jika itu semua tidak terjadi, maka tentulah kita sudah menjadi seorang pribadi yang lebih baik dari sekarang. Yang pastinya akan mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi kita sendiri di dua dunia.
Hanya Allah SWT lah yang berkuasa atas segala peristiwa dan kejadian. Baik yang telah, sedang dan akan terjadi kemudian. Tugas kita hanyalah patuh dan selalu berserah diri kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar